Senin, 19 November 2012
Semburan gas di Gresik mungkinkah sebesar Lapindo?
Do you like this story?
merdeka.com Meski belum bisa dipastikan kapan berhenti, semburan lumpur bercampur gas methana (CH4) yang muncul di Desa Metatu, Kec Benjeng, Gersik, Jawa Timur pada Selasa (13/11) lalu, berbeda dengan semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo.
Semburan lumpur bercampur gas yang keluar di sumur bekas pengeboran minyak di zaman Belanda itu, Low Explosive Limit (LEL). Semburannya melebihi ambang batas dan mudah terbakar.
Hal ini seperti yang disampaikan ahli gas bumi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Hanik Khumaidah. Dia mengatakan, semburan di Desa Metatu itu, mengandung CH4, termasuk hidrokarbon.
"Low explosive limit, melebihi ambang batas dan mudah terbakar. Pusat semburan harus disterilkan dalam radius 50 meter agar tidak membahayakan masyarakat," katanya.
Dari pantauan di lapangan, tingkat kecepatan semburan lumpur di Gersik jauh dibandingkan dengan Sidoarjo, yang pusat semburannya cukup tinggi dan meluas. Lumpur yang keluar di bekas Waduk Metatu, Gersik, tepatnya di bawah pohon Ngimbo itu, semburannya relatif kecil.
Sesekali semburannya berhenti. Sekitar beberapa menit kemudian, air berwana coklat bercampur gas methan itu, kembali menyembur. Kadang semburannya setinggi sekitar satu meter lebih, kemudian kembali mengecil.
Bau dari pusat semburan juga tidak terlalu menyengat. Baunya seperti minyak gas, yang biasa dipakai untuk menyalakan kompor. Jarak 100 meter dari pusat semburan, baunya juga sudah tidak terasa menyengat.
Namun, untuk mengetahui jenis dan komposisinya, harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. "Meskipun terlihat lantung (minyak mentah) dan ada bau gas, untuk mengetahui jenis dan komposisinya kami harus melakukan uji laboratorium," terang Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gresik, Hari Sucipto.
Meski tekanan semburan cukup kuat dan aktif di titik semburan, lanjut dia, kami berharap semburan segera tertangani. "Kalau pun kami harus membuatkan tanggul, tentu tanggul yang kami buat berbeda dengan tanggul lumpur Lapindo di Sidoarjo. Semburan di sini (Metatu) relatif kecil," katanya.
Namun, potensi seperti luapan lumpur di Sidoarjo, bisa saja terjadi. Hanya saja, dilihat baunya, kandungan gas yang menyembur dari Waduk Metatu, berbeda dengan lumpur di Sidoarjo, yang banyak mengandung campuran gas dan kandungan logam berbahaya (Hg), seperti lithium dan silikat (S iO2) serta kandungan zat berbahaya lainnya.
Menurut para pakar kimia, kandungan lumpur Lapindo di Sidoarjo mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan. Kandungan (Hg) yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenolnya juga bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Semburan lumpur bercampur gas yang keluar di sumur bekas pengeboran minyak di zaman Belanda itu, Low Explosive Limit (LEL). Semburannya melebihi ambang batas dan mudah terbakar.
Hal ini seperti yang disampaikan ahli gas bumi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Hanik Khumaidah. Dia mengatakan, semburan di Desa Metatu itu, mengandung CH4, termasuk hidrokarbon.
"Low explosive limit, melebihi ambang batas dan mudah terbakar. Pusat semburan harus disterilkan dalam radius 50 meter agar tidak membahayakan masyarakat," katanya.
Dari pantauan di lapangan, tingkat kecepatan semburan lumpur di Gersik jauh dibandingkan dengan Sidoarjo, yang pusat semburannya cukup tinggi dan meluas. Lumpur yang keluar di bekas Waduk Metatu, Gersik, tepatnya di bawah pohon Ngimbo itu, semburannya relatif kecil.
Sesekali semburannya berhenti. Sekitar beberapa menit kemudian, air berwana coklat bercampur gas methan itu, kembali menyembur. Kadang semburannya setinggi sekitar satu meter lebih, kemudian kembali mengecil.
Bau dari pusat semburan juga tidak terlalu menyengat. Baunya seperti minyak gas, yang biasa dipakai untuk menyalakan kompor. Jarak 100 meter dari pusat semburan, baunya juga sudah tidak terasa menyengat.
Namun, untuk mengetahui jenis dan komposisinya, harus menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. "Meskipun terlihat lantung (minyak mentah) dan ada bau gas, untuk mengetahui jenis dan komposisinya kami harus melakukan uji laboratorium," terang Ketua Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gresik, Hari Sucipto.
Meski tekanan semburan cukup kuat dan aktif di titik semburan, lanjut dia, kami berharap semburan segera tertangani. "Kalau pun kami harus membuatkan tanggul, tentu tanggul yang kami buat berbeda dengan tanggul lumpur Lapindo di Sidoarjo. Semburan di sini (Metatu) relatif kecil," katanya.
Namun, potensi seperti luapan lumpur di Sidoarjo, bisa saja terjadi. Hanya saja, dilihat baunya, kandungan gas yang menyembur dari Waduk Metatu, berbeda dengan lumpur di Sidoarjo, yang banyak mengandung campuran gas dan kandungan logam berbahaya (Hg), seperti lithium dan silikat (S iO2) serta kandungan zat berbahaya lainnya.
Menurut para pakar kimia, kandungan lumpur Lapindo di Sidoarjo mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan. Kandungan (Hg) yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit dan kanker. Kandungan fenolnya juga bisa menyebabkan sel darah merah pecah (hemolisis), jantung berdebar (cardiac aritmia), dan gangguan ginjal.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Semburan gas di Gresik mungkinkah sebesar Lapindo?”
Posting Komentar