Pages

Jumat, 19 Oktober 2012

Mengapa tak ada polisi jahat dalam film kita?

merdeka.com - Film sebagai bagian dari media massa seharusnya mencerminkan realitas sosial yang ada di masyarakat. Namun faktanya, film-film tentang polisi yang pernah ada di Indonesia selama ini seakan jauh dari realitas polisi yang kini tengah dihujat.

Wajar jika tidak ada film yang menggugat moralitas polisi pada masa Orde Baru. Namun, hingga era kebebasan sekarang ini, film yang benar-benar cermin dari moralitas polisi saat ini tidak juga muncul dari karya sineas-sineas Tanah Air.

The Raid, sebagai film terakhir yang menceritakan tentang polisi, juga seakan tidak berani lantang bersuara tentang keadaan Sang Bhayangkara sebenarnya.

"The Raid pun masih menonjolkan heroisme. Belum ada film Indonesia yang memproblematisasi moralitas polisi," kata pengamat film dan kebudayaan pop, Hikmat Darmawan, saat berbincang dengan merdeka.com beberapa hari lalu.

Hikmat mencatat, film polisi paling problematis yang pernah tayang di Indonesia yakni 'Kodrat'. Film yang disutradarai Slamet Rahardjo itu diproduksi Multi Permai Film pada 1986. "Kisahnya polisi yang harus
duel dengan adiknya yang jadi penjahat. Jadi kompleksitasnya di situ," papar dia.

Bisa dibayangkan, saat sensor film lagi ketat-ketatnya, film problematis seperti Kodrat masih bisa muncul. "Makanya film kayak Kodrat terhitung berani, tapi heroisme (tetap) cukup jelas," ujarnya.

Nyaris Chaos

Hikmat mengatakan, 14 tahun setelah reformasi yang terjadi adalah 'nyaris chaos' dalam hal pandangan 'mana yang benar' dan 'mana yang salah'. Padahal, sebelumnya pada masa Orde Baru keteraturan itu jelas dan tegas.

"Sekarang ini orang belum cukup pulih dari kekacauan untuk mendudukkan perkara pada tempatnya secara cukup tekun, telaten, apa adanya serta rasional, karena terbiasa mendapatkan pemahaman tunggal dari negara," ujar dia.

Begitu juga soal pandangan tentang polisi. Kini respons masyarakat terhadap polisi terpecah-pecah.

"Ada yang mengalami polisi sebagai figur heroik, kita harus hargai. Ada yang mempertanyakan apakah polisi tidak sedang semena-mena dalam memperlakukan tersangka teroris. Ada yang mengatakan, 'yang mempertanyakan polisi sama dengan membantu teroris'. Kan ada yang punya pemikiran sederhana cenderung fasis ini, bahkan di kalangan wartawan," paparnya.

Jadi, kata dia, orang masih kebingungan menghadapi situasi seperti ini. "Tapi belum mencapai tahapan kecanggihan pengucapan dan gaya tutur dalam membuat film, tidak seperti di Hollywood atau sinema dunia lain," kata dia.

Padahal, ujar dia, sekaranglah saatnya orang melihat moralitas polisi sebagai hal yang problematis. "Mungkin satu generasi dari kita nanti akan belajar, problematisasi moralitas polisi pada saat ini bukan hanya karena dia pakai seragam terus kita tolak, tapi memang ada bukti kejahatan yang nyata, menyebabkan antara penegak hukum saling
bertempur," urainya.

Hikmat memprediksi mungkin 10 sampai 20 tahun ke depan masyarakat Indonesia baru bisa menghasilkan film dengan gaya tutur yang lebih canggih dan fasih. "Bagaimana pun, industri film kita kecil, jadi jalan ke sana lebih pelan," katanya.

Menurut dia, film yang menggambarkan apa adanya tentang sosok polisi, adalah hal yang terbaik bagi kebudayaan. "Sudah bukan waktunya lagi kita menjadikan ketakutan sebagai variabel untuk mengelola masyarakat," ujarnya.

"Semestinya, ketika kita bisa bebas menggambarkan polisi, hasilnya bisa lebih bagus kepada kedewasaan masyarakat," tutupnya.

source : http://www.merdeka.com/peristiwa/mengapa-tak-ada-polisi-jahat-dalam-film-kita.html

0 Responses to “Mengapa tak ada polisi jahat dalam film kita?”

Posting Komentar

Blogger news

All Rights Reserved Made Sumitre | Blogger Template by Bloggermint