Minggu, 28 Oktober 2012
Rakyat Indonesia makin tidak Toleran?
Do you like this story?
JAKARTA--MICOM: Masyarakat Indonesia dinilai semakin tidak toleran terhadap perbedaan.
Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil survey Yayasan Denny JA dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Comumunity yang dilakukan sepanjang Oktober 2012.
"Publik kita semakin tidak nyaman dengan adanya keberagaman dan perbedaan," sesal Direktur LSI Denny JA pada acara Peringatan Hari Sumpah Pemuda Hari Ini Indonesia Tanpa Diskriminasi di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (28/10).
Dari survei yang dilakukan terhadap sejumlah koresponden terungkap sekitar 15%-80% publik terus terang mengaku tidak nyaman bertetangga dengan mereka yang berbeda identitas.
Bahkan terungkap yang paling tidak nyaman bertetangga dengan warga Syiah mencapai 40%, Ahmadiyah di atas 40%, dan homoseksual di atas 80%.
Ketidakyamanan itu, menurut Denny, meningkat dibandingkan survei serupa yang dilakukan pada 2005.
Pada survei yang dilakukan tujuh tahun silam itu, tingkat intoleransi di kalangan masyarakat hanya berada pada kisaran 8%-65%.
Selain intoleransi, budaya menggunakan kekerasan dalam rangka menegakkan prinsip agama juga meningkat.
Jika survei pada 2005 yang mendukung praktik kekerasan masih berkisar kurang dari 10%, giliran survei tahun ini sekitar 20% responden mendukung tindak kekerasan terhadap masyarakat lain yang berbeda entitas.
Fenomena intoleransi dan kekerasan kelompok harus dihapuskan. Ada dua cara untuk menghapuskan budaya diskriminasi yang semakin mengakar di dalam negeri.
Pertama, lanjut Denny, lewat gerakan akar rumput untuk menolak budaya kekerasan. Kedua, pada pembenahan di level kebijakan dan aturan yang masih bersifat diskriminatif. (Tlc/OL-5)
Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil survey Yayasan Denny JA dan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Comumunity yang dilakukan sepanjang Oktober 2012.
"Publik kita semakin tidak nyaman dengan adanya keberagaman dan perbedaan," sesal Direktur LSI Denny JA pada acara Peringatan Hari Sumpah Pemuda Hari Ini Indonesia Tanpa Diskriminasi di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (28/10).
Dari survei yang dilakukan terhadap sejumlah koresponden terungkap sekitar 15%-80% publik terus terang mengaku tidak nyaman bertetangga dengan mereka yang berbeda identitas.
Bahkan terungkap yang paling tidak nyaman bertetangga dengan warga Syiah mencapai 40%, Ahmadiyah di atas 40%, dan homoseksual di atas 80%.
Ketidakyamanan itu, menurut Denny, meningkat dibandingkan survei serupa yang dilakukan pada 2005.
Pada survei yang dilakukan tujuh tahun silam itu, tingkat intoleransi di kalangan masyarakat hanya berada pada kisaran 8%-65%.
Selain intoleransi, budaya menggunakan kekerasan dalam rangka menegakkan prinsip agama juga meningkat.
Jika survei pada 2005 yang mendukung praktik kekerasan masih berkisar kurang dari 10%, giliran survei tahun ini sekitar 20% responden mendukung tindak kekerasan terhadap masyarakat lain yang berbeda entitas.
Fenomena intoleransi dan kekerasan kelompok harus dihapuskan. Ada dua cara untuk menghapuskan budaya diskriminasi yang semakin mengakar di dalam negeri.
Pertama, lanjut Denny, lewat gerakan akar rumput untuk menolak budaya kekerasan. Kedua, pada pembenahan di level kebijakan dan aturan yang masih bersifat diskriminatif. (Tlc/OL-5)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Rakyat Indonesia makin tidak Toleran?”
Posting Komentar