Jumat, 12 Oktober 2012
Ingin Cerdas? Makanlah Lebih Banyak Cokelat
Do you like this story?
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sebuah catatan yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine, Dr Franz H. Messerli, seorang ahli jantung di St Luke''s-Roosevelt Hospital di New York City, mengaitkannya dengan keunggulan cokelat. Kakao, katanya, mengandung flavanols, senyawa nabati yang dalam studi sebelumnya terbukti memperlambat penurunan kognitif terkait usia.
Messerli bertanya-tanya "apakah akan ada korelasi antara tingkat konsumsi cokelat suatu negara dengan fungsi kognitif penduduknya. Tapi karena tidak ada data pada keseluruhan yang tersedia untuk publik, ia memutuskan untuk menggunakan jumlah pemenang Penghargaan Nobel per kapita sebagai pembandingnya.
Messerli mempelajari di Wikipedia dan mengunduh daftar negara dalam peringkat peraih Nobel per kapita dan kemudian dibandingkan dengan data konsumsi coklat tahunan setiap negara per kapita, diperoleh dari asosiasi perdagangan cokelat. Apa yang dia temukan adalah "korelasi mengejutkan yang kuat" antara keduanya.
Negara dengan pemenang Penghargaan Nobel satu orang per 10 juta orang adalah juga negara dengan konsumsi cokelat terbesar per kapita di dunia, Swiss. Swedia berada di posisi kedua, dan Denmark di tempat ketiga.
AS berada di tengah-tengah, bersama dengan Belanda, Irlandia, Perancis, Belgia, dan Jerman, menurut analisis Messerli itu. Di bagian bawah daftar adalah Cina, Jepang, dan Brasil.
"Jelas, temuan ini hanya hipotesis dan harus diuji dalam uji coba," tulis Messerli, dengan mencatat bahwa data tersebut tidak membuktikan bahwa makan cokelat sebenarnya menyebabkan fungsi intelektual menjadi super. Bisa jadi, misalnya, bahwa kebetulan saja orang yang pintar makan lebih banyak cokelat.
Namun, setidaknya satu pemenang Nobel, Eric Cornell, seorang fisikawan Amerika yang memenangkan Penghargaan Nobel pada tahun 2001, adalah penggemar berat cokelat. Dia bercanda kepada Reuters bahwa makan coklat hitam itu memang rahasia kesuksesannya. "Secara pribadi saya merasa bahwa coklat susu membuat Anda bodoh. Sedang dark chocolate adalah sebaliknya," katanya. Tentu saja, dia tak sedang serius dengan omongannya.
Messerli bertanya-tanya "apakah akan ada korelasi antara tingkat konsumsi cokelat suatu negara dengan fungsi kognitif penduduknya. Tapi karena tidak ada data pada keseluruhan yang tersedia untuk publik, ia memutuskan untuk menggunakan jumlah pemenang Penghargaan Nobel per kapita sebagai pembandingnya.
Messerli mempelajari di Wikipedia dan mengunduh daftar negara dalam peringkat peraih Nobel per kapita dan kemudian dibandingkan dengan data konsumsi coklat tahunan setiap negara per kapita, diperoleh dari asosiasi perdagangan cokelat. Apa yang dia temukan adalah "korelasi mengejutkan yang kuat" antara keduanya.
Negara dengan pemenang Penghargaan Nobel satu orang per 10 juta orang adalah juga negara dengan konsumsi cokelat terbesar per kapita di dunia, Swiss. Swedia berada di posisi kedua, dan Denmark di tempat ketiga.
AS berada di tengah-tengah, bersama dengan Belanda, Irlandia, Perancis, Belgia, dan Jerman, menurut analisis Messerli itu. Di bagian bawah daftar adalah Cina, Jepang, dan Brasil.
"Jelas, temuan ini hanya hipotesis dan harus diuji dalam uji coba," tulis Messerli, dengan mencatat bahwa data tersebut tidak membuktikan bahwa makan cokelat sebenarnya menyebabkan fungsi intelektual menjadi super. Bisa jadi, misalnya, bahwa kebetulan saja orang yang pintar makan lebih banyak cokelat.
Namun, setidaknya satu pemenang Nobel, Eric Cornell, seorang fisikawan Amerika yang memenangkan Penghargaan Nobel pada tahun 2001, adalah penggemar berat cokelat. Dia bercanda kepada Reuters bahwa makan coklat hitam itu memang rahasia kesuksesannya. "Secara pribadi saya merasa bahwa coklat susu membuat Anda bodoh. Sedang dark chocolate adalah sebaliknya," katanya. Tentu saja, dia tak sedang serius dengan omongannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Ingin Cerdas? Makanlah Lebih Banyak Cokelat”
Posting Komentar