Jumat, 27 Januari 2012
Doa Kehidupan lewat Janur Kuning
Do you like this story?
EKSISTENSI dan tumbuh kembang suatu kebudayaan tidak jarang disebabkan adanya penokohan ter hadap individu oleh masyarakatnya. Di Boyolali, Jawa Tengah, nama R Ng Yosodipuro I (1729-1803) adalah pujangga Jawa yang mumpuni pada masa pemerintahan Pakubuwono II, III, dan IV. Ia sebenarnya memiliki peran dan jasa besar dalam mengem-’ bangkan sastra Jawa modern.
Karena ketokohannya, wangsit yang disampaikannya sebelum wafat terus diikuti masyarakat hingga saat mi. Yosodipuro I mengamanatkan kepada warganya agar kuburnya diberi janur kuning agar mendapat kejernihan pikiran dan berkah.
Sebagai tokoh budaya Jawa, ia memang telah memberi contoh ikhtiar mengonstruksi peradaban dengan laku ilmu spiritual dan kerja menulis sebagai ekspresi kultural. Peran Yosodipuro I membuktikan bahwa pustaka dan tradisi spiritualitas memberi kontribusi penting untuk eksistensi dan progresivitas kebudayaan Jawa, yang mengalami ketegangan dalam jejak tradisi dan modernitas Barat yang diusung kolonial Belanda.
Kemudian muncullah tradisi upacara Sanggaran di kompleks makamnya. Prosesi San ggaran diselenggarakan tiap malam Selasa dan Jumat yang diikuti banyak orang. Suasana sangat ramai pada malam Jumat Pahing, bertepatan dengan weton (han kelabiran) Yosodipuro I.
"Sanggaran dan kungkum memberi bukti ketelatenan masyarakat Jawa
memelihara tradisi".
Saat upacara, setiap peserta melakukan tirakatan sambil berdoa kepada Tuhan agar apa yang diinginkannya di dunia terkabul. Prosesi Sanggaran biasa dilakukan mulai pukul 19.00 sampai subuh. Pengambilan janur dianggap puncak prosesi.
Tradisi Sanggaran tersebut pada perkembangannya dibarengi kungkum (berendam) di Umbul Pengging. Kungkum merupakan tradisi lama di Jawa yang menunjukkan ada ikhtiar, keras dalam menjalani hidup secara lahir dan batin.
Kungkum menjadi cara untuk mengungkapkan fiat membersihkan din demi meraih kesucian. Kungkum dan Sanggaran lalu identik dengan Umbul Pengging dan petilasan Yosodipuro I.
Jejak-jejak Jawa historis dengan muatan etnis terus mengalami dmamisasi dengan pola perjumpaan dan percampuran dengan kultur-kultur modern. Yosodipuro I sadar dengan proses itu dan menginginkan ada afirmasi diri untuk orang Jawa agar mafhum dengan pengalaman dan peneguhan identitas kejawaan melalui upacara-upacara spiritualitas.
Upacara Sanggaran dan kungkum itu dimaksudkan sebagai penguatan dasar hidup yang holistis secara lahiriah dan batiniah. Keberlangsungan upacara Sanggaran dan kungkum terus mendapati pemaknaan sesuai dengan tuntutan zaman. Dulu, pada masa awal, ritual itu dimaksudkan untuk memperkuat kesadaran masyarakat Jawa terhadap kekuasaan Tuhan.
Upacara tersebut mengajarkan manusia untuk menjalani hidup dengan ikhtiar dan doa. Sanggaran, menurut beberapa sesepuh, merupakan laku sederhana dengan menempatkan sesuatü di tempat yang dianggap keramat untuk meminta petunjuk melalui tanda-tanda yang di-sanggar-kan, yakni janur kuning.
Tanda doa orang dalam Sanggaran yang dikabulkan adalah jika pada janur yang di-sanggar-kan telah terdapat tulisan dengan huruf Arab atau huruf Jawa. Tulisan itu biasanya akan dibacakan juru kunci terkait dengan permintaan-permintaan yang telah diajukan dalam doa.
Cara membaca tulisan itu adalah diterawang karena tidak tertulis, kasat mata di atas janur. Huruf-huruf yang tertera merupakan simbol dan kehidupan manusia yang harus dipahami dengan sungguh-sungguh berdasarkan kepercayaan secara batiniah.
Upacara Sanggaran pada dasarnya menjadi cara manusia mengingat kekuasaan Tuhan. Kesadaran kosmis dengan pelbagai tata cara lahiriah menjadi representasi kekuatan spintualitas masyarakat Jawa.
Segala peristiwa dan nasib hidup adalah kehendak Tuhan, tapi manusia diperkenankan untuk melakukan doa dan ikhtiar.
Sanggaran dan kungkum pada masa sekarang membeni bukti mengenai ketelatenan masyarakat Jawa untuk memelihara tradisi yang dipercayai mampu memberi petunjuk membuat hidup menjadi indah dan membahagiakan. (M-4)
0 Responses to “Doa Kehidupan lewat Janur Kuning”
Posting Komentar