Pages

Jumat, 27 Januari 2012

Sapi Masuk Sorga

Makna Pakelem
Bapak Tjokorda, entah beberapa kali sudah saya mendapat pertanyaan yang menghantam perasaan saya. Pertanyaan ini disodorkan berulang oleh mereka yang boleh saja dianggap kritis atau mungkin kurang memahami Hindu Bali. Topik pertanyaannya pun itu-itu saja, tak jauh beranjak dari kebiasaan berupacara orang Bali. Kadang saya dibuat kesal, rasanya ingin bungkam, diam seribu bahasa. Tapi pada hati kecil, saya merasa belum pas memberi jawaban atau alasan etik tentang sejumlah upacara Hindu di Bali. Tempo hari, beberapa teman yang sangat memuja India menyodok saya dengan pertanyaan nyinyir, nyaris membosankan. Pertanyaan yang kemudian jadi debat kusir tak karuan. Itu lho Pak, soal upacara pakelem, saya belum bisa menjelaskan secara ilmiah masuk akal. “Kenapa mesti ada upacara pakelem, jika dengan itu dunia menjadi baik, atau alam menjadi sempurna kembali, kenapa tidak semua sapi-sapi kau korbankan? Jika itu menyebabkan sapi-sapi masuk surga, kenapa tidak dirimu yang kau celempungkan ke samudra?” Inilah sejumlah sodokan yang memancing berang. Untuk itu saya mohon Bapak Tjokorda bisa memberi penjelasan masuk akal! Terima kasih.


Luh Gede Widiadi
JI. Gejayan, Yogyakarta


Jawab:
Saya kagum atas ketegaran hati saudari menghadapi “sodokan-sodokan” pertanyaan yang menghantam perasaan saudari yang kadang-kadang membuat kesal dan ingin bungkam. Memang saudara-saudara yang berada di luar Bali menjadi benteng pertama yang mendapat gempuran yang kadang-kadang keras, kadang-kadang menjengkelkan dan kadang-kadang menyakitkan hati. Pertanyaan pertanyaan itu ada yang kritis dan ada juga yang memang kurang memahami Hindu Bali. Ingatlah menurut filsuf Sokrates bahwa ada empat macam orang yang mengajukan pertanyaan yaitu:


1) Ia yang tahu dirinya tidak tahu maka orang itu harus diberitahu yang jelas.
2) Ia yang tahu dirinya tahu waspadalah karena pertanyannya adalah ujian.
3) Ia yang tidak tahu bahwa dirinya tahu bangunkan dia agar pengetahuannya dikeluarkan.
4) Ia yang tidak tahu dirinya tidak tahu (Bahasa Bali: orang belog pengkung) hindarilah dia agar  pembicaraan tidak ngalor-ngidul tidak karuan jadinya.


Jadi kalau menghadapi orang pertama hendaknya ditanggapi sebaik mungkin. Tetapi dalam hal ini mengenai pakelem yang saudari minta saya memberi penjelasan yang masuk akal. Saya ragu apakah penjelasan saya dianggap masuk akal. Karena agama menawarkan suatu hubungan transcendental yang bisa memberikan dasar emosional bagi rasa aman lebih kuat di tengah ketidakpastian. Apakah dasar emosional ini bisa dianggap masuk akal?
Karena hanya hal itu yang saya berikan. Karena persoalan upacara pakelem yang hanya saya dapatkan di dalam Prasasti-prasasti dan rontal-rontal, diantaranya:


1. Prasasti Batur Sakti yang menyebutkan bahwa pada tahun Saka 833 telah ada perintah Raja Sri Ugrasena Warmadewa yang disampaikan oleh keturunannya agar tetap melaksanakan upacara pakelem di danau, laut dan kepundan gunung. Oleh karena danau dan laut sama-sama merupakan sumber air dan air merupakan wasana untuk memperoleh kemakmuran dan kesuburan yang diperlukan umat manusia dalam kehidupannya.


2. Lontar Siwa Tattwa Purana dan Kampaning Pura Ulun Danu, menyebutkan beberapa macam penderitaan yang akan dialami oleh manusia dan isi alam yang ada di bumi ini apabila upacara makelem dilaksanakan maka alam semesta beserta isinya akan aman, tentram dan makmur. Tetapi apabila sebaliknya maka alam akan mengalami kehancuran karena tidak ada keharmonisan antara makrokosmos dengan mikrokosmos.


3. Dalam Lontar Bhuana Kertih disebutkan maka pelaksanaan upacara Bhuta yajna pakelem bertujuan menghilangkan hama penyakit yang datang dari sumbernya yaitu laut atau danau serta memohon kemakmuran untuk kesuburan tanah pertanian yang upacaranya dilaksanakan di laut atau danau. Bila hal ini tidak dilaksanakan maka bencana akan terjadi.


4. Lontar Kala Tattva menyebutkan pemberian upacara pada Bhuta Kala yakni apabila diberikan upacara akan dapat membantu kehidupan manusia.


5. Lontar Tutur Aji Kunang-Kunang bahwa dalam usaha untuk memperoleh keselamatan terhadap bhuwana agungpada upacara-upacara besar dan utama hendaknya raja atau pimpinan suatu daerah melengkapi upacara dengan upacara pakelem ke laut atau danau yang membatasi daerah atau wilayah yang diperintahkan.


6. Lontar Kala Purana dan Lontar Sanghara Bhumi, menyebutkan waktu atau saat yang baik untuk melaksanakan upacara Bhuta yajna seperti pakelem yang bertujuan mengharmoniskan hubungan antara bhuana agung dengan bhuana alit.


7. Lontar Puja Gebogan, membuat beberapa puja stawa untuk upacara pakelem di danau, laut dan gunung.


Bahan-bahan yang dipergunakan dalam upacara Bhuta yajna ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu:


a. Mataya, sesuatu yang tumbuh dan berasal dan tumbuhan-tumbuhan yang dipakai sarana sesajen (banten) seperti buah-buahan, bunga, daun dan sebagainya.


b. Matinga, sesuatu yang lahir dua kali seperti ayam, itik karena lahir pertama sebagai telur dan lahir kedua sebagai ayam dan itik.


c. Maharja, sesuatu yang lahir sekali saja langsung menjadi binatang berkaki empat seperti kerbau, sapi, anjing, babi dan kambing yang semuanya belum diberikan (masih muda).


Pada waktu melasti yang dilakukan ke laut setelah sulinggih selesai mengucapkan mantra-mantra pasti ada acara mulang pakelem ke tengah laut. Tujuan dari malasti adalah memohon kepada Hyang Widhi dengan prabhawanya Hyang Waruna menganugrahkan air amerta (di Bali disebut tirta) guna dipakai dan terdapat di tengahing segara, di tengah lautan, máka pakelem itu ditenggelamkan ke laut. Pakelem adalah sarana yang bermakna menambah kesejahteraan. Ada lain lagi makna pakelem itu yaitu sebagai pangeruatan atau panyupatan dan bermakna sebagai pelebur dosa, guru piduka.


Upacara pakelem adalah merupakan upacara yang digolongkan dalam upacara Bhuta yajna. Pakelem artinya menenggelamkan yadnya atau sesajen dengan menggunakan binatang kurban tertentu. Upacara pekelem dapat dilakukan di dua tempat yaitu di air dan di kepundan gunung. Untuk pakelem di air dapat dilakukan di danau dan laut. Pakelem itu sendiri berfungsi menanamkan nilai-nilai spiritual kepada umat manusia agar meniiliki wawasan kesemestaan alam. Wawasan tersebut untuk menumbuhkan kesadaran dalam menjaga keharmonisan alam. Pakelem hams dilakukan dengan langkah nyata sebagai upaya menjaga keharmonisan alam Semesta.


Pada umumnya upacara pakelem tentu banyak jenis hewan atau binatang yang dikurbankan dalam arti sebagai upacara Bhuta yajna hal ini memiliki beberapa makna yaitu:


1) Bermakna sebagai pengeruat (panyupatan).
Pelaksanaan upacara Bhuta yajna dalam bentuk pakelem mempergunakan kurban binatang atau hewan yang dirangkai sedemikian rupa yang kemudian dijadikan satu paket dalam bentuk upacara. Hal inilah yang sering menjadi pertanyaan di masyarakat. Sehubungan dengan membunuh (himsa karma). Sesungguhnya hal ini tidak demikian, seharusnya perbuatan ini kita pilih antara perbuatan yang himsa karma dengan subha karma. Dalam hal pelaksanaan upacara Bhuta yajna ini perbuatan bersifat subha karma karena membunuh dalam konteks bertujuan sebagai panyupatan (nyomya), memberikan jalan kalepasan binatang yang dipergunakan sebagai kurban suci dalam hal ini. berm- juan akhir agar nantinya roh binatang reinkarnasi kembali ke dunia lahir menjadi manusia sesuai dengan permohonan sulinggih di atas (Lontar Tutur Sang Hyang Tapeni).


2) Bermakna sebagai kesejahteraan.
Karena upacara pakelem tersebut bagian dan upacara Bhuta yajna memiliki makna sebagai sarana unmk mensejahterakan semesta dalam hubungan dengan adanya kekuatan-kekuatan yang cenderung asuri sampad yaitu adanya kekuatan yang bersifat negatif yang perlu dinetralisir (somya) agar menjadi positif (bhutahita) untuk kesejahteraan bhuana agung dan bhuana alit.


3) Bermakna sebagai permohonan maaf “guru piduka”.
Juga mengandung makna sebagai permohonan maaf atas perbuatan manusia dengan melaksanakan penyucian terhadap Panca maha bhuta melalui perbuatan kebajikan baik yang ada di bhuana agung maupun di bhuana alit.


4) Bermakna sebagai kurban suci.
Dapat dikatakan sebagai memiliki makna sebagai kurban suci yakni karena pada dasarnya pelaksanaan berdasarkan penghormatan baik berupa material maupun moral spiritual yang berlandaskan ketulus-ikhlasan. Dengan jiwa yang tulus dan perbuatan yang ikhlas bahwa umat Hindu menyadari bahwa Sang Hyang Widhi (Tuhan) menciptakan alam semesta ini beserta isinya termasuk manusia melalui yajnanya.


Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kurban binatang dalam upacara Pakelem sering disebut dengan Bhuta yajna yang merupakan upacara yang tetap ajeg dilaksanakan umat Hindu di Bali. Upacara ini dilaksanakan di danau, laut dan kepundan gunung merupakan upacara ritual yang bertujuan untuk memohon amertha (air kehidupan) dan Ida Sang Hyang Widhi agar segala tumbuhan-tumbuhan dan makhluk hidup terus tumbuh subur, hidup berkembang dan makmur.


Demikianlah makna upacara pakelem. Tentang hasilnya, yang menentukan hanya Hyang Widhi Wasa. Manusia yang diberikan pikiran hanya upacara pakelem itulah yang dapat dilakukan dengan disertai permohonan kepada Tuhan semoga keselamatan, kesejahteraan dapat dilimpahkanNya. Majalah SARAD No. 103 Nopember 2008.


Source: Parisada.org

0 Responses to “Sapi Masuk Sorga”

Posting Komentar

Blogger news

All Rights Reserved Made Sumitre | Blogger Template by Bloggermint