Pages

Jumat, 27 Januari 2012

Penemuan Dua Guci Bersejarah

Di sekitar Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma ini juga ditemukan dua buah guci yang tertanam di bawah tanah kebun salah seorang penduduk bernama Drs. Wayan Sutapa pada tanggal 13 Maret 2000, di sore hari pada saat setelah hujan deras dengan petir yang keras. Setelah menyimpan guci-guci tersebut beberapa lama di rumahnya banyak terjadi hal-hal/kejadian-kejadian yang aneh, lalu anggota keluarganya mulai dari ibu, ayah, istri, anak dan juga saudaranya bergantian mengalami sakit keras hingga ibunya meninggal dunia. Dan setelah menyimpan guci-guci tersebut selama lebih dari sepuluh tahun, dua buah guci tersebut dan juga duwe berupa tiga permata Panca Datu Kaitan Penyajek Agung akhirnya di pendak pada piodalan Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma yang jatuh pada hari Selasa, 27 April 2010 tepatnya pada Anggara Kasih Julung Wangi.


Guci yang diyakini oleh Jro Mangku Wayan Sumarna sebagai salah satu benda penting di Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma yang digunakan untuk tempat air suci (tirta) kemudian nunas tirta ke muara Candi Mas untuk upasaksi dan muputang yajna. Dua buah guci tersebut menjadi pelengkap piodalan yang diadakan hari menjelang purnama kajeng ini. Guci yang lebih besar tempat tirta merta sari dan merta jati yang dipercikkan menggunakan lis dan bunga teratai putih berfungsi sebagai tirta pelukat yaitu untuk ketenteraman, kebersihan serta kelestarian alam, manusia beserta seluruh isinya.

Selain untuk hal-hal tersebut di atas, tirta pelukat dari guci ini juga digunakan sebagai penedung/pelindung bumi dan dapat digunakan sebagai obat untuk yang menderita sakit. Sedangkan guci yang lebih kecil berfungsi sebagai genah tirta pemarisuda jagat (buana agung dan buana alit beserta seisinya) yaitu untuk menyaring dan menimbun semua panca merta yang ada dan dikumpulkan menjadi satu untuk mencapai kemakmuran. Juga dapat untuk memohon anak/keturunan dan memperoleh ketenteraman dalam rumah tangga. Dan tirta/air suci dari guci ini hanya dapat dipercikkan/diketiskan menggunakan ranting dari daun beringin yang berada di jeroan pelinggih Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma, tidak boleh dipercikkan memakai janur seperti pada umumnya juga tidak perlu diberi puja mantera lagi sudah dapat dipergunakan sebagai tirta sudamala karena sudah merupakan tirta/air suci yang diberkati oleb anugerah Ida Hyang Widhi Wasa. Sehingga yang awalnya hanya merupakan piodalan kecil menjadi piodalan besar yang meriah karena diyakini masyarakat yang datang ke pura hari itu sudah mendapatkan berkah dari Ida Sang Hyang Widhi.

Purnama yang harinya jatuh bertepatan dengan pada saat Prasasti Tamblingan pada tahun 922 M dibuat yaitu hari Budha (Rabu), Kajeng, dan juga Pasaran, tentunya sangat memiliki arti yang besar untuk umat Hindu terutama yang berada di kawasan Bulian Tamblingan ini, sehingga adanya penemuan-penemuan dan keluarnya benda-benda pusaka diyakini masyarakat setempat bukan sebagai kebetulan melainkan merupakan kebendak Ida Sang Hyang Widhi agar kesatuan masyarakat Bulian Tamblingan tetap terjaga dan tetap diberikan kemakmuran.

Selain di Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma, penemuan peninggalan bersejarah yang mungkin masih berkaitan dengan sejarah Bulian di ribuan tahun lalu adalah di sekitar kawasan Danau Bulian. Sepanjang Tajun, Shio, Enjung (teluk) Pumahan hingga ke Telaga Aya (telaga yang memisahkan danau Bulian dan danau Tamblingan), banyak ditemukan pecahan-pecahan guci atau keramik yang diyakini merupakan peninggalan kebudayaan Cina. Memang sampai saat ini belum ada penelitian yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengeksplorasi peninggalan-peninggalan tersebut, padahal kawasan Bulian Tamblingan yang selama ini sering disorot oleh berbagai media dianggap sebagai kawasan suci di Luhuring Jabah yang berarti daerah yang harus terbebas dari segala polusi yang menyebabkan kecemaran sekala niskala justru luput dari hal-hal penting tersebut dan hanya disoroti pada saat dianggap masyarakat sekitar kawasan tidak dapat menjaga kawasan ini.

Menurut I Gusti Ngurah Agung Dharma Wirata penglingsir Puri Gede Pancasari dan merupakan keturunan keempat sejak pertama kali leluhur beliau membuka Desa Mertasari (sekarang Pancasari) ini, banyak peninggalan-peninggalan purbakala yang ada di kawasan Bulian Tamblingan belum diketahui secara jelas keberadaannya karena belum adanya penelitian dari pemenintah. Selain Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma, masih ada beberapa pura peninggalan zaman dulu yang keberadaannya memprihatinkan karena sudah lama tidak di pugar. Seperti Pura Pucak Luhur Sari yang memiliki hubungan erat dengan Pura Natar Agung Puser Jagat Candi Mas Kusuma, lalu Pura Beji Candi Mas yang memiliki mata air sudamala yang keluar dari dalam batu dari arah kaja kangin/timur laut dan kaja kauh/barat laut, tepat di bawah Pucak Bukit Tapak dan selalu mengalir walaupun musim kemarau.

Walaupun belum ditemukan bukti-bukti kuat misalnya berupa prasasti yang bisa menguatkan keberadaan pura tersebut karena kawasan ini lama menjadi hutan belantara dan pura-pura tersebut sempat tenggelam di akhir abad 18 saat penglingsir Desa Mertasari membuka hutan untuk dijadikan pemukiman, tetapi diharapkan penemuan-penemuan berupa guci atau benda-benda lainnya di sekitar kawasan ini dapat sedikit demi sedikit membuka sejarah Pura Pura ini juga sejarah yang menyangkut desa ini.

Keyakinan dan kepercayaan masyarakat Pancasari terhadap keberadaan pura-pura ini sangat tinggi, dan juga ikut menjaga kawasan dengan pantang membakar mayat saat ngaben. Karena dari zaman dahulu desa ini dikategorikan sebagai ulu suci dan ulu mertha hingga jika bhisama tersebut dilanggar, akan terjadi kehancuran tidak hanya di kawasan ini tetapi juga seluruh Bali. Dan masyarakat sangat meyakini dan mentaati bhisama tersebut. [fei ling].

0 Responses to “Penemuan Dua Guci Bersejarah”

Posting Komentar

Blogger news

All Rights Reserved Made Sumitre | Blogger Template by Bloggermint