Jumat, 27 Januari 2012
Penerapan Catur Marga Bagi Masyarakat di Bali
Do you like this story?
Apa makna catur marga? Catur Marga adalah empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sumber ajaran catur marga ada diajarkan dalam pustaka suci Bhagawadgita, terutama pada trayodhyaya tentang karma yoga marga yakni sebagai satu sistem yang berisi ajaran yang membedakan antara ajaran subha karma (perbuatan baik) dengan ajaran asubha karma (perbuatan yang tidak baik) yang dibedakan menjadi perbuatan tidak berbuat (akarma) dan wikarma (perbuatan yang keliru).
Karma memiliki dua makna yakni karma terkait ritual atau yajna dan karma dalam arti tingkah perbuatan. Kedua, tentang bhakti yoga marga yakni menyembah Tuhan dalam wujud yang abstrak dan menyembah Tuhan dalam wujud yang nyata, misalnya mempergunakan nyasa atau pratima berupa arca atau mantra. Ketiga, tentang jnana yoga marga yakni jalan pengetahuan suci menuju Tuhan Yang Maha Esa, ada dua pengetahuan yaitu jnana (ilmu pengetahuan) dan wijnana (serba tahu dalam penetahuan itu). Keempat, Raja Yoga Marga yakni mengajarkan tentang cara atau jalan yoga atau meditasi (konsentrasi pikiran) untuk menuju Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Umat manusia memiliki tujuan hidup, termasuk juga umat Hindu memiliki tujuan hidup yang jelas yakni seperti berikut:
a) Moksartham jagad hita ya ca iti dharma;
b) Catur Purusa Artha;
c) Santa Jagad Hita;
d) Sukerta sakala lan niskala;
e) Mencapai keharmonisan hidup sesuai ajaran Catur Marga.
Penerapan catur marga oleh umat Hindu sesungguhnya telah diterapkan secara rutin dalam kehidupannya sehari-hari, termasuk juga oleh umat Hindu yang tinggal di Bali maupun oleh umat Hindu yang tinggal di luar Bali. Banyak cara dan banyak pula jalan yang bisa ditempuh untuk dapat menerapkannya. Sesuai dengan ajaran catur marga bahwa penerapannya disesuaikan dengan kondisi atau keadaan setempat yang berdasarkan atas tradisi, sima, adat-istiadat, drsta, ataupun yang lebih dikenal di Bali yakni desa kala patra atau desa mawa cara.
Inti dan penerapan dan Catur Marga adalah untuk memantapkan mengenai hidup dan kehidupan umat manusia di alam semesta ini, terutama untuk peningkatan, pencerahan, serta memantapkan keyakinan atau kepercayaan (sraddha) dan pengabdian (bhakti) terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dengan memahami dan menerapkan ajaran catur marga, maka diharapkan segenap umat Hindu dapat menjadi umat Hindu yang berkualitas, bertanggung jawab, memiliki loyalitas, memiliki dedikasi, memiliki jati diri yang mulia, menjadi umat yang pantas diteladani oleh umat manusia yang lainnya, menjadi umat yang memiliki integritas tinggi terhadap kehidupan secara lahir dan batin, dan harapan mulia lainnya guna tercapai kehidupan yang damai, rukun, tenteram, sejahtera, bahagia, dan sebagainya. Jadi dengan penerapan dan ajaran catur marga diharapkan agar kehidupan umat Hindu dan umat manusia pada umumnya menjadi mantap dalam berke-sraddha-an dan berke-bhakti-an kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, serta dapat diharmoniskan dengan kehidupan nyata dengan sesama manusia, semua ciptaan Tuhan, dan lingkungan yang damai dan serasi di sekitar kehidupan masing-masing.
Beberapa model atau bentuk nyata dan penerapan jnana marga berikut ini :
a) Menerapkan ajaran aguron-guron;
b) Menerapkan ajaran guru dan sisya;
c) Menerapkan ajaran guru bhakti;
d) Menerapkan ajaran guru susrusa;
e) Menerapkan ajaran brahmacari dan ajaran catur guru;
f) Menerapkan ajaran sisya sasana;
g) Menerapkan ajaran resi sasana;
h) Menerapkan ajaran putra sasana;
i) Menerapkan ajaran guru nabe, guru waktra, guru saksi;
j) Menerapkan ajaran catur asrama; dan
k) Menerapkan ajaran dalam wrati sasana, slokantara, sila krama, dan ajaran agama Hindu yang bersumber pada Veda dan susastra Hindu lainnya.
Mengenai penerapan karma marga
oleh umat Hindu seperti berikut ini :
1. Menerapkan filosofi ngayah;
2. Menerapkan filosofi matulungan;
3. Menerapkan filosofi manyama braya;
4. Menerapkan filosofl paras-paros sarpanaya salunglung sabayantaka;
5. Menerapkan filosofi suka dan duka;
6. Menerapkan filosofi agawe sukaning wong len;
7. Menerapkan filosofi utsaha ta larapana;
8. Menerapkan filosofi makarya;
9. Menerapkan filosofi makarma sane melah;
10. Menerapkan filosofi ala kalawan ayu;
11. Menerapkan filosofi karma phala;
12. Menerapkan filosofi catur paramita;
13. Menerapkan filosofi tri guna;
14. Menerapkan filosofi trikaya parisudha; dan
15. Menerapkan filosofi yama niyama brata dan berbagai ajaran agama Hindu.
Mengenai penerapan bhakti marga oleh umat Hindu seperti berikut ini :
1) Melaksanakan doa atau puja tri sandhya seçara rutin setiap hari;
2) Menghaturkan banten saiban atau jotan/ngejot atau yajnasesa;
3) Berbakti kehadapan Tuhan Yang Maha Esa beserta semua manifestasi-Nya;
4) Berbakti kehadapan Leluhur;
5) Berbakti kehadapan para pahlawan pejuang bangsa;
6) Melaksanakan upacara dewa yajna (piodalan/puja wali, saraswati, pagerwesi, galungan, kuningan, nyepi, siwaratri, purnama, tilem, tumpek landep, tumpek wariga, tumpek krulut, tumpek wayang dan lain-lainnya);
7) Melaksanakan upacara manusia yajna (magedong-gedongan, dapetan, kepus puser, macolongan, tigang sasihin, ngotonin, munggah deha, mapandes, mawiwaha, mawinten, dan sebagainya);
8) Melaksanakan upacara bhuta yajna (masegeh, macaru, tawur, memelihara lingkungan, memelihara hewan, melakukan penghijauan, melestarikan binatang langka, dan sebagainya);
9) Melaksanakan upacara pitra yajna (bhakti kehadapan guru rupaka atau rerama, ngaben, ngerorasin, maligia, mamukur, ngeluwer, berdana punya kepada orang tua, membuat orang tua menjadi hidupnya bahagia dalam kehidupan di alam nyata ini, dan sebagainya);
10) Melaksanakan upacara resi yajna (upacara pariksa, upacara diksa, upacara ngelinggihang veda), berdana punya pada sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, tirtha yatra ke tempat suci bersama sulinggih atau pandita, berguru pada orang suci, sungkem (pranam) pada sulinggih sebagai guru nabe, menerapkan ajaran tri rnam, dan sebagainya.
Dalam penerapan yoga marga oleh umat Hindu, realitanya seperti berikut :
a) Melaksanakan introspeksi atau pengendalian diri;
b) Menerapkan ajaran tapa, brata, yoga dan samadhi;
c) Menerapkan ajaran astangga yoga;
d) Melakukan kerja sama atau relasi yang baik dan terpuji dengan sesama;
e) Menjalin hubungan kemitraan secara terhormat dengan rekanan, lingkungan, dan semua ciptaan Tuhan di alam semesta ini;
f) Membangun pasraman atau paguyuban untuk praktek yoga;
g) Mengelola ashram yang bergerak di bidang pendidikan rohani, agama, spiritual, dan upaya pencerahan diri lahir batin;
h) Menerapkan filosofi mulat sarira;
i) Menerapkan filosofi ngedetin/ngeret indriya;
j) Menerapkan filosfi mauna;
k) Menerapkan filosofi upawasa;
l) Menerapkan filosofi catur brata panyepian, dan
m) Menerapkan filosofi tapasya, pangastawa, dan menerapkan ajaran agama Hindu dengan baik dan benar menuju keluhuran diri sebagai mahluk sosial dan religius.
Demikian paparan kecil ini dapat disajikan, semoga bermanfaat bagi umat sedharma sekalian. Harapannya, dapat terwujud manusia Hindu yang berkualitas, bertanggung jawab, dan dapat terwujudnya hidup dan kehidupan sesuai filosofi suka tan pawali duka. Mari kita terapkan ajaran catur marga dengan baik dan benar dalam kehidupan perseorangan maupun kehidupan bersama-sama dalam masyarakat yang multikultural dan multi etnis di jagat raya ini. Jauhkan perilaku apatis, primordial, partial, dan egoisme dalam tatanan kehidupan yang multi dimensi di era multi iptek. [WHD No. 514 Oktober 2009].
0 Responses to “Penerapan Catur Marga Bagi Masyarakat di Bali”
Posting Komentar